Menurut Asosiasi Disleksia Internasional , Disleksia merupakan salah satu jenis kesulitan belajar spesifik yang berasal dari kelainan neurobiologis. Hal ini ditandai dengan kesulitan pada pengenalan, mengeja dan mendecode kata. Kesulitan-kesulitan ini biasanya disebabkan oleh adanya kekurangan dalam komponen fonologis. Penderita disleksia sulit dikenali karena dari segi penampilan seperti anak normal pada umumnya serta dengan nilai IQ normal (rata-rata atau diatas rata-rata ). Pada umumnya, terlihat dari prestasinya yang kurang, membaca yang tidak fasih, huruf yang sering terbalik-balik,dll, namun tidak banyak guru yang menyadari bahwa masalah yang melatarbelakangi kesulitannya tersebut adalah suatu kesulitan belajar spesifik. Oleh karena itu deteksi disleksia sejak dini serta penanganan yang baik akan memberikan hasil yang baik.
Disleksia tidak bisa disembuhkan, namun hanya bisa membaik. penelitian di Negara maju menunjukkan bahwa deteksi disleksia sejak dini serta penanganan yang baik akan memberikan hasil yang baik juga. Sebaliknya, seperti penjelasan diatas, jika tidak cepat dideteksi maka akan berakibat pada gangguan social dan emosional. Gangguan social dan emosional ini dapat menumbuhkan sikapnya yang kurang percaya diri, labil, mudah tersinggung, merasa dirinya bodoh dan menjadi korban bullying teman-temannya.
Diagnosis disleksia dapat ditegakkan pada usia anak 7 tahun, dan proses diagnosisnya memerlukan seorang psikolog atau dokter ahli syaraf [6]. Namun, kita sudah bisa mengidentifikasi sejak anak masih berusia 5-7 tahun atau usia pra sekolah. Identifikasi awal akan memberikan manfaat yang besar antara lain: biaya intervensi yang jauh lebih murah, anak belum terganggu self esteemnya dan lebih fleksibel dalam mernerima metode pembelajaran.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah, tidak semua daerah khususnya di daerah-daerah terpencil memiliki SDM seperti dokter spesialis syaraf anak yang mampu mengidentifikasi dan mendiagnosis disleksia. Sehingga dibutuhkan suatu sistem yang dapat mengidentifikasi awal kemungkinan atau potensi seorang anak menyandang disleksia, yang dapat dengan mudah diakses dimana saja dan kapan saja, sehingga baik orang tua maupun guru dapat lebih aware /waspada terhadap hal ini.
Sistem ini merupakan sistem identifikasi disleksia dini dengan ketentuan sebagai berikut:
- Sistem ini digunakan untuk identifikasi dini disleksia pada anak dengan rentang usia 5 - 7 tahun
- Sistem ini mengeluarkan output berupa kemungkinan seorang anak menyandang disleksia, bukan diagnosis
- Diagnosis hanya ditegakkan oleh tenaga profesional yang kompeten
- Parameter yang diukur antara lain : bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa sosial, matemarika, organisasi, sekuensi, working memory, arah dan koordinasi motorik halus
- Skrining Awal
- Skrining Lanjut
Skrining awal adalah identifikasi dini disleksia yang dilakukan oleh orang tua. Orang tua mengisi 21 pertanyaan kuesioner tentang anak dan hasil dari proses ini adalah kemungkikan seorang anak menyandang disleksia atau tidak.
Skrining lanjut adalah identifikasi yang dilakukan oleh seseorang yang sudah disertifikasi oleh asosiasi disleksia Indonesia (certified teacher) sebagai lanjutan dari proses skrining awal. Hasil dari proses ini adalah kemungkikan seorang anak menyandang disleksia berat, sedang atau ringan.